Senin, 18 Agustus 2014

Lestarilah Jamu Indonesia





Rindu Jamu Buatan Mbak Sri
Ternyata mata saya dan suami saya sama-sama memandang satu sosok  yang berdiri di samping salah mobil SUV berwarna hitam, kami melihat wanita  berusia 40 tahun, dengan rambut lurus di rebonding, memberikan wadah plastik berbentuk seperti gelas yang langsung bisa di buang, ke seorang lelaki paruh baya.  Lama kami memadang sampai akhirnya kami sadar bahwa motor yang di kendari suamiku melintasi gundukan semen ( polisi tidur).  Tiba-tiba suamiku berkata “ penjual jamu sekarang semakin moderen, rambut di rebonding, pakai leging kaus ketat “ seranya sambil tertawa ringan.  Aku pun menimpali perkataan suamiku, bahwa saat ini penjual jamu semakin moderen, menggunakan motor, dan busana yang dipakai juga menyesuaikan zaman.  Jujur aku lebih suka penjual jamu ya sama kayak penjual jamu yang aku lihat sekitar 20 tahun yang lalu semasa aku kecil.  Menggunakan bakul jamu, wadah jamu yang terbuat dari botol bulat besar, dengan tutup gabus, menggunakan kain batik dan kebaya, dengan jamu di gendongan.  Sementara jamu yang di jual juga benar-benar original, asli buatan tangan sendiri, dengan aroma kencur yang khas, dan rasa kunyit yang kental, ya aku sangat menyukai dua jenis jamu itu.“ dulu ada Mbak Sri, dia penjual jamu langganan ibu ku, ya gayanya seperti tukang jamu yang sama di benak kita pak, pakek kebaya, bakul jamu dan bahasa jawa”, tambahku.  Karena sepanjang perjalanan pergi kerja kami di jalan membahas tukang jamu, tidak terasa aku sampai juga di kantor. Kelang beberapa jam, aku turun ke bawah kantorku, hendak mengambil berkas, kulihat satpam dan OB di tempatku bekerja sedang minum sesuatu di luar, dan kulihat mereka meminum jamu yang di jual wanita yang aku  lihat bersama suamiku, aku hanya tertawa dan di dalam hati  berkata mungkin jodoh melihatnya lagi.
Sudah menjadi hal biasa setiap berangkat ke kantor , aku selalu diantar suamiku, sekalian kantor tempatnya bekerja juga melewati arah yang sama.  Kali ini kami dalam perjalanan membahas topik yang berbeda, yaitu urusan kewanitaan.  “ tumben kok tiba-tiba ngomong masalah kewanitaan, pakek sabun pembersih segala, emang ada yang salah” tanyaku dengan sedikit heran.  Tetapi suamiku bilang tidak ada masalah dengan diriku, dia bercerita ini,karena teman nya di kantor, kebetulan lelaki curhat kepadanya masalah keputihan yang dialami istrinya. “ keputihan itu biasa, asal tidak berbau dan warnanya tidak keruh” jelasku. Tetapi ketika aku menjelaskan itu suamku tertawa.  “kenapa tertawa” tanyaku kesal, suamiku menjawab, keputihan yang dialami istrinya itu berbau tidak sedap dan menghilangkan selera untuk berhubungan suami istri.  Aku berkta kepada suamiku, kalau seharusnya teman kantor suamiku tidak boleh menceritakan masalah ini ke orang lain. Tetapi suamiku mengatakan ini bukan mengumbat  aib atau kekurangan istri, tetapi untuk berbagi pengalaman.
Seperti biasa setiap pukul 11 pagi , satpam dan OB tempatku dikantor minum jamu langganan mereka yang waktu itu menjadi pandangan dan bahasan aku dengan suami.  Karena diperjalanan tadi membahas masalah yang sedikit serius soal kewanitaan, aku mendatangi penjual jamu itu, ketika para satpan dan OB satu persatu kembali bekerja, aku bertanya kepada penjual jamu itu, jamu mana yang bagus untuk mengusir keputihan, terus si Mbak penjual jamu bilang, minum jamu kunyit asam sirih.  Karena waktu itu pekerjaanku tidak sibuk,aku jadi asyik ngobrol sama Mbak penjual jamu, yang ternyata namanya Karmini, Cuma katanya pelanggan dia banyak panggil Mbak Karmi.  Karena ia bilang jamu kunyit asem sirih, aku jadi inget, kalau dulu ibu ku selalu minum jamu kunyit asem sirih setiap hari sama Mbak Sri langganan jamunya.  Karena inget jamu ibu ku itu, aku juga pesen jamu kunyit asem sirih sama mbak Karmi, Cuma aku heran, pas aku pesen jamu itu, Mbak karmi membuka bungkusan sashet dari kertas terus mengeluarkan serbuk dan mengaduknya dengan air hangat, aku bingung, ini apa, terus dia jawab,ini jamu kunyit asem sirihnya, aku bertanya kepadanya ada agak yang kunyit asem sirih itu asli jamu buatan tangannya bukan yang sudah jadi, terus Mbak Karmi bilang, enggak ada, dia jual jamu kemasan semua. Karena sudah terlanjur memesan, aku bayar, dan aku coba minum, karena itu jamu kemasan, rasanya ya biasa saja dan tidak nendang kayak jamu kunyit asem sirih Mbak Sri yang pernah aku minum. Terus aku bertanya kepada Mbak Karmi, kenapa tidak jual jamu racikan sendiri, lebih alamai. Katanya kalau buat jamu sendiri malah enggak untung, karena bahan-bahannya sudah mahal, belum lagi masaknya , kalau dihitung-hitung menurutnya enggak balik modal.  Mendengar penjelasannya aku pikir bisa masuk akal, jaman sekarang serba mahal, jadi orang lebih memilih yang praktis.  Cuma yang menjadi masalah apakah jamu yang diabggap kita untuk menjaga kesehatan justru merusak kesehatan kita. Apalagi saat ini banyak produk jamu yang tidak terdaftar dan tidak jelas kesehatan dan kandungan bahannya. 
Sesampainya di rumah sebelum tidur sudah menjadi kebiasaan kami untuk membahas bersama suami apa yang kami lakukan selama bekerja. Akupun bercerita bahwa aku jadi kangen dengan Jamu zaman dulu , jamu yang penjualnya identik dengan bakul kain batik dan kebaya, jamu yang sehat, karena dibuat oleh tangan sipenjual sendiri.  Aku berkata kepada suamiku bahwa , saat ini bisa dikatakan semakin seikit pejual jamu originil, dan pembuat jamu juga semakin berkurang, karena penjual jamu terdahulu tidak mengajarkan kepada anak-anak mereka cara membuat jamu, karena banyak yang menggap pejual, atau menjual jamu bukan lah suatu pekerjaan yang dicita-citakan, sebab dalam status sosial bisa dikatakan kelas bawah. Tetapi pada dasarnya apabila di lakoni secara serius, menjual jamu bisa dijadikan matapencarian yang baik dan menguntungkan.  Saat ini meski dikatakan zaman  moderen, nuansa tradisional dan kekentalan budaya tetap dirindukan.  Apalagi jamu merupakan salah satu warisan nenek moyang Indonesia, yang sejak jaman dahulu sudah di gunakan para leluruh dan raja-raja untuk merawat kesehatan dan kecantikan mereka.  Terlebih jamu yang tebuat dari bahan-bahan seperti kunyit, kencur, dan ramuan tradisional lainnya sangat bermanfaat bagi kesehatan dan metabolisme tubuh.  Daun sirih misalnya, kandungan antiseptik yang ada dalam air rebusan sirih sangat baik untuk kesehatan, bahkan daunnya bisa meredakan mimisan, air rebusannya bisa menghilangkan keputihan, bahkan daun sirih dipercaya bisa membuat suara menjadi nyaring dan indah, juga meredakan batuk. Sementara kunyit kandungan zat yang terdapat didalamnya bisa bermanfaat untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan jerawat.  Entah apa pun penjelasanya, saat ini semakin sulit menemukan penjual jamu yang identik dengan penjual jamu zaman dulu, yang menjual jamu jamu olahan tangan, dan sehat.  Dulu di daerah Sumatera Selatan, Palembang kampung halamanku, banyak sekali warga datangan dari pulau jawa, mereka mengontrak rumah berdekatan, yang wanita menjual jamu gendong, sementara para lelakinya berjualan getuk lindri.  Tetapi saat ini tidak ada lagi perkumpulan para tukang jamu, yang di koordinir oleh satu orang.  Bahkan penjual jamu yang sering di jumpai adalah orang-orang dari berbagai daerah, dan jamu yang dijual bentuknya kemasan dan di gerobak-gerobak pinggir jalan, atau sama seperti Mbak Karmi yang menjual jamu serba kemasan dengan motor.  Di daerah pulau jawa mungkin masih bisa di temui,pedagang jamu tradisional tetapi di daerah sumatera pemandangan seperti itu sudah nyaris sangat langka untuk di lihat. Padahal kalau masih di pertahankan keaslian jamu tradisional Indonesia, dengan ramuan asli , jamu Indonesia bisa sama hebatnya dengan ramuan herbal dari korea atau China.  Tetapi sayang saat ini yang ada adalah jamu olahan tetapi dikemas oleh pabrik, dan mengandung tambahan zat-zat lainnya. Aku berharap penjual jamu bisa berjaya seperti dulu lagi, menjual jamu yang sehat dan menguntungkan bagi mereka, meski dengan bakul-bakul jamu, gelas kecil dan sedikit air di dalam ember. Bukan hanya bahan yang diragukan, penyajian  jamu kemasan, dengan cangkir-cangkir plastik tipis, dan di seduh air panas, dalam sajian saja itu sudah menyalahi kesehatan, belum lagi bahan-bahan jamu yang tidak di ketahui kesehatan dan kelayakan konsumsinya.  Seandainya penjual jamu gendong di koordinir lagi, akan banyak masyarakat atau ibu-ibu rumah taangga bisa mendapatkan penghasilan tambahan, selain itu tradisi minum jamu bisa terus ada, karena saat ini semakin sedikit orang minum jamu, karena semakin jarang terlihat penjual jamu gendong, atau bersepeda keliling kampung, heeeem kalu dulu ibu atau ayah ku bila tubuhnya merasa letih atau pegel-pegel , langsung minum jamu ...Kalau sudah begini mataku semakin rindu sosok berbaju kebaya dan berkain batik dengan bakul jamu , aku juga semakin rindu  Kunyit Asem Sirih buatan Mbak Sri.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar