Minggu, 17 Agustus 2014

17 Agustus, Kemeriahan Mu Semakin Memudar


Ini bukan 17 Agustus yang pertama bagi Siti Anisa Irawan, tetapi di Agustus tahun  ini dia benar-berar all out mengikuti lomba yang di adakan panitia kampung kami. Sejak malam ia mengatakan akan mengikuti lomba kelereng, kerupuk dan lainnya.  Ya benar, pagi sekali Anisa sudah mandi, dan langsung menuju lapangan yang tidak jauh dari rumah kami mendaftar untuk lomha kelereng.

" Anisaaaa cepeeet cepeeeet" sorak teman-temannya memberikan semangat, tetapi sayang tangan kidalnya tidak bisa berbuat banyak saat kelereng jatuh dari sendok." yaaaaaah campak", ucap Anisa dengan bahasa Palembangnya, " tak apa nak , yang penting kakak sudah melok partisipasi meriahke Agustus-an, kalah menang biaso nak" hiburku.  Anisa memang anak yang periang tidak menjadi sesalan bila dirinya tidak bisa memasukki babak final.





Panas terik tidak membuat semangat anak pertamaku ini untuk ber istirahat, malah lepas mengikuti lomba kelereng ia pun melanjutkan dengan berbagai macam lomba lainnya.

Hahahahaha....lagi lagi Anisa kalah dalam lomba.  Tetapi semangatnya luar biasa.  Bukan cuma Anisa yang bergembira hari itu, Janeeta gadis kecil ku juga ikut serta memeriahkan 17 Agustus, meski ia tidak seberani kakaknya mengikuti banyak lomba, tetapi Janeeta ikut partisipasi juga dalam lomba kelereng dan memasukkan bendera kedalam botol, meski dengan bujuk rayu.




Sebelumnya Janeeta juga mengikuti aneka lomba di sekolah TK nya, sama seperti tanggal 17 Agustus, Janeeta mengikuti lomba harus penuh perjuangan untuk merayunya.


Bahagia melihat mereka sehat dan berpartisipasi dalam berbagai lomba di bulan Agutus tahun ini. Usai lomba aku, Anisa dan Janeeta rehat sejenak sambil duduk di warung dekat rumah, minum es dan memakan beberapa cemilan yang di jual, kami bercerita soal lomba yang barusan di ikuti mereka.  Dalam percakapan kecil kami ber tiga, aku bercerita kepada mereka, bahwa setiap tahun kemeriahan 17 Agustus semakin berkurang, aku pun bercerita kepada mereka, dulu waktu aku kecil Agustus adalah bulan yang paling di nanti selain Idul Fitri, karean di bulan Agustus hari kemerdekaan bangsa Indonesia, akan banyak sekali kerian di setiap kampung, bahkan perayaan peringatan kemerdekaan RI ini dirayakan berhari-hari, karena banyaknya kegiatan yang diadakan.  Puncak acaranya biasa di buat acara panggung hiburan khusus, atau malam puncak peringatan HUT RI, disana ada anak-anak menari, bernyanyi dan lain sebagainya, di acara itu juga para pemenang lomba akan di bagikan hadiah, Pak RT, RW , Pak Lurah Hingga capat, terkadang tampak terlihat menghadiri undangan peringatan malam punca Agustus.  Mendengar cerita itu Anisa tampak antusias, akupun melanjutka cerita masa kecilku saat bulan Agustus, aku menceritakan, bahwa satu minggu sebelum tanggal 17, semua penduduk memasang bendera merah putih di depan halaman rumah mereka, rasanya saat itu kalau tidak memasang bendera merah putih, seperti merasa lain sendir dan merasa tidak enak hati dengan tetangga yang lain.  Aku juga menjelaskan kepada anak-anakku, bahwa saat ini sangat sedikit yang memasang bendera di depan rumahnya saat 17 Agustus, bakan toko dan ruko-ruku di pinggir jalan yang di trmpati kaum minoritas, juga banyak yang tidak memasang bendera merah putih.  Waw,, penjelasan ku di saat istirahat usai mengikuti lomba seperti meresap didalam fikiran Anisa dan Janeeta, " Umi agek kalo umi jingok uwong yang idak masang bendera di rumahnyo marai ye mie" ujar Janeeta dengan polosnya.  " idak perlu di marai nak, sebagai warga negara Indonesia yang conto samo bangsanya, untuk masang bendera idak perlu di minta, cukup dengen kesadaran dewek," jelas ku.  Memang bendersa untuk memperigaki kemerdekaan bangsa, rasanya tidak perlu di perintah, karena memasang bendera itu hal yang simple, dan salah satu hal kecil sebagai wujud Nasionalis .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar