Senin, 30 Juni 2014

Ketika Tanglong Tak Lagi Bercahaya



Ketika Tanglong Tak Lagi Bercahaya
Bulan puasa merupakan bulan yang sangat di nanti-nantikan umat muslin di seluruh dunia.  Bahkan kegembiraan Ramadhan di ikuti dengan tradisi unik masing-masing daerah di setiap negara.  Tentunya hal ini menjadikan nuansa Ramadhan begitu berbeda dengan bulan lainnya.  Di Liberia misalnya, selama bulan Ramadhan umat Islam di negara ini berhenti mendengarkan musik, dan mereka menggap mendengarkan musik saat bulan Ramadhan dianggap berdosa , Tetapi saat menyambut datangnya Bulan Suci ini masyarakat Liberia, mulai memainkan alat musik dari kayu selama beberapa jam, dan di siarkan di radio lokal setempat.  Sementara di daerah Mesir  sampai saat ini masyarakatnya  menyemarakkan Ramadhan dengan Tradisi Maidah Rahman atau hidangan kasih sayang. Maidah Rahman ini adalah hidangan makanan gratis bagi orang berpuasa, bukan hanya takjil, tetapi bisa berupa berbagai menu lengkap nan mewah sekelas hotel berbintang, tradisi ini sendiri berlaku bagi seluruh daerah di negeri Mesir.  Sementara di Indonesia ada tradisi Unik yang tak kalah menarik yaitu , Membangunkan Orang Tidur untuk  sahur, dengan bunyi-bunyian  berkeliling kampung,  ada yang menggunkan bunyi-bunyian dari peralatan dapur, seperti panci, botol dan lain sebagainya,  ada juga yang menggunakan alat musik lengkap seperti gitar dan gendang.
Tetapi berjalannya waktu,  juga semakin canggihnya teknologi  dan kemajuan zaman, membuat banyak tradisi Unik saat Ramadhan menjadi langka. Seperti di Palembang  tradisi Tanglong atau cahaya api sejenis  lampu teplok, atau lampion  yang dipasang di Pagar rumah penduduk, saat malam selikur, atau malam 21,23 dan malam ganjil Ramadhan sudah tak lagi terlihat, padahal  Tradisi Tanglong zaman dulu selalu dilakukan masyarakat Palembang, Tanglong yang di letakkan di pekarangan rumah atau pagar penduduk bisa menerangi perkampungan dan memudahkan masyakat untuk beribadah ke surau dekat rumah.  Bahkan akibat banyaknya Tanglong yang dipasang oleh warga, membuat anak-anak kecil ramai bermain di luar rumah usai menjalankan shalat tarawih,  nuansa inilah yang membuat Ramadhan semakin benar-benar terasa dan berbeda dengan bulan yang lainnya. Mang Ali Hanafiah  atau yang biasa di sapa Mang Amin , merupakan asli orang Palembang,  saat ini bekerja sebagai kepala UPTD Musium SMB II mengatakan, Tradisi Tanglong seandainya masih di pertahankan sampai saat ini oleh masyarakat Palembang, tentunya bisa menjadi nilai jual dalam segi wisata.  Menurutnya dulu saat dia masih kecil, Tanglong sebagai penanda malam ganjil Ramadhan ini, akan di manfaatkan anak –anak kecil untuk bermain “ Jaman kami kecik dulu seneng nian main di terangi cahayta Tanglong, kadang bemain orekaan sampe dalu” ujarnya.  Tetapi menurutnya mungkin karena saat ini kota Palembang semakin padat, membuat tradisi Tanglong sulit untuk di pertahankan, “ kan mak ini rumah penduduk padet galo, dempetan nian malah, jadi kalo nak narok Tanglong agak bahayo jugo, mungkin kerno itulah jadi ilang nian Tanglong mak ini ari” ungkapnya. (C’mar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar